Gunung Tampomas di Kabupaten Sumedang berkabut tebal, Jumat (13/1). Awan
kelabu memayungi Desa Conggeang, namun suasana alam yang sendu tidak
memudarkan gairah warga desa mengais rezeki.
Opak adalah panganan dari nasi ketan yang ditumbuk dan parutan kelapa. Nasi
ketan dan kelapa dicampur lalu dibentuk bulat pipih. Sebagian besar opak
Conggeang berdiameter tujuh sentimeter. Nasi ketan yang sudah dibentuk,
dijemur seharian dan dibakar di atas bara arang yang ditutupi abu gosok.
Karena opak Conggeang sangat tergantung pada pemanasan sinar matahari,
rasanya pun berbeda jika musim berganti. Pada musim kemarau akan dihasilkan
opak paling enak karena lebih renyah.
Di depan baskom-baskom aluminium besar yang dipakai sebagai tungku
pemanggangan opak, suasana terasa hangat. Para perempuan di Desa Conggeang,
Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, itu tampak ceria,
saling bertukar cerita sambil memanggang opak.
Tak lama kemudian, hujan turun sangat lebat. Namun, tawa para perempuan itu
terus saja terdengar meningkahi tetes air yang jatuh dari langit.
Jika usaha opak di kecamatan tersebut tak menggeliat, mungkin siang itu para
perempuan tersebut melamun di muka rumah, memikirkan cara mendapat uang
untuk membeli lauk- pauk untuk dimakan keluarga.
"Kalau tidak bekerja, keluarga saya susah karena hanya mengandalkan
penghasilan suami dari usaha ojek," kata Cicih (40), pekerja di pabrik Opak
Oded.
Dengan bekerja, setidaknya Cicih membawa pulang upah Rp 6.000-Rp 15.000 per
hari. "Di desa mah uang segitu sudah besar. Sebab, saya hanya beli lauk,
sedangkan beras dari hasil panen masih cukup hingga panen berikutnya," tutur
Cicih.
Opak adalah panganan dari nasi ketan yang ditumbuk dan parutan kelapa. Nasi
ketan dan kelapa dicampur lalu dibentuk bulat pipih. Sebagian besar opak
Conggeang berdiameter tujuh sentimeter. Nasi ketan yang sudah dibentuk,
dijemur seharian dan dibakar di atas bara arang yang ditutupi abu gosok.
Karena opak Conggeang sangat tergantung pada pemanasan sinar matahari,
rasanya pun berbeda jika musim berganti. Pada musim kemarau akan dihasilkan
opak paling enak karena lebih renyah.
Pada musim hujan, biasanya opak dikeringkan di kamar tertutup yang di sudut
ruangan diberi tungku yang menyala. Panas dari tungku akan menyebar ke
seantero ruangan dan mengeringkan opak. Karena pemanasan kurang maksimal,
opak pada musim hujan tidak serenyah pada musim kemarau.
Opak Conggeang awalnya hanya dikenal masyarakat Desa Conggeang sebagai
makanan yang disajikan pada hari raya dan hajatan keluarga. Begitu sederhana
rasa dan bentuk makanan tersebut sehingga penganan ini tidak dikomersilkan.
"Saat masih kecil, saya hanya mengenal opak sebagai makanan keluarga. Jarang
sekali ada yang menjual. Kalau mau, ya bikin sendiri," kata Euis (47), warga
Desa Conggeang yang sudah tiga tahun mendirikan pabrik opak.
Opak mulai diperjualbelikan oleh Ma Anah pada awal tahun 1990-an. Ma Anah
kini sudah meninggal dan usahanya diteruskan oleh keluarganya. Ma Anah hanya
menjual opak di sekitar Desa Conggeang. Namun, beberapa warga desa mulai
mengikuti jejak Ma Anah membuat dan menjual opak di desa, termasuk Iyot
Rosidah (62). Sekitar tahun 1990-an, Iyot hanya menerima pesanan membuat
opak menjelang Lebaran karena opak merupakan penganan khas saat Lebaran di
Sumedang.
Sekitar tahun 1996, usaha opak milik Iyot diteruskan anaknya, Imas Rahmawati
(37). Imas bersama suaminya, Dudang Adihana (40), mengembangkan usaha opak
orangtuanya. Imas memegang manajerial usaha opak, sementara Dudang
memasarkan opak.
Demi mengembangkan usahanya, Dudang berhenti dari pekerjaannya semula di
bidang asuransi. Selain membuka kios opak di alun-alun Kecamatan Conggeang,
Dudang juga memulai cara pemasaran baru dengan memasarkan opak dari toko ke
toko di beberapa daerah, antara lain Sumedang, Bandung, Majalengka, Cirebon,
Subang, Garut, Ciamis, Tasikmalaya, dan Banjar.
"Ternyata responsnya cukup bagus," kata Dudang yang memproduksi Opak Oded.
Oded merupakan singkatan Opak Dudang Enak Dimakan.
Pada tahun 1996 Dudang memproduksi opak dari beras ketan 10 kilogram per
hari. Kini, produksinya 100 kg ketan per hari.
Opak Oded sudah diminta oleh pedagang dari Jakarta, Yogyakarta, dan Bali.
"Tapi produksi opak di pabrik saya belum cukup," kata Dudang yang pernah
memamerkan opaknya hingga Singapura pada tahun 2004.
"Sebuah perusahaan ritel besar di Singapura yang memiliki ratusan gerai
memesan opak dengan jumlah berton-ton per bulan. Tapi harus kontinu. Nah,
itu yang masih belum bisa kami sanggupi," kata Dudang yang kini memiliki 50
orang pekerja.
Selain Opak Oded, masih ada pabrik opak yang mendapat banyak pesanan, bahkan
dari luar negeri. Salah satunya adalah Opak Nia buatan Euis (47). Euis
memulai usahanya tahun 2003. Opak buatannya mendapat permintaan dari
Malaysia dan pernah dibawa ke Jerman sebagai oleh-oleh. Namun, Euis mengaku
produksi opaknya baru 50 kg per hari hanya disebar ke Bandung, Subang, dan
Garut. Rata-rata harga Opak Conggeang Rp 28.000 per kg.
"Dari Jakarta dan kota lainnya banyak yang minta, tapi saya tidak bisa
memenuhi," ujar Euis.
Karena kemampuan teknologi, tenaga kerja, dan sarana prasarana yang menjadi
kendala opak Conggeang memenuhi permintaan pasar hingga beberapa ton per
hari.
Untuk memenuhinya, pemilik pabrik opak, Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Agro Jawa Barat, serta Pemerintah Kabupaten Sumedang bekerja sama membangun
Babakan (kawasan) Opak Conggeang di Desa Conggeang.
Pembangunan babakan dilaksanakan sejak tahun 2004. Kini terbangun rumah
contoh berupa pabrik di babakan tersebut. Di rumah itu beberapa pemilik
pabrik opak akan bekerja sama memenuhi permintaan opak Conggeang dari
berbagai daerah, termasuk untuk ekspor.
Diperkirakan tahun ini Babakan Opak Conggeang akan diresmikan. Pembukaan
pabrik opak bersama ini akan merekrut ratusan pekerja dari desa tersebut.
Kini, sebelum Babakan Opak Conggeang beroperasi, ratusan warga di Kecamatan
Conggeang dipekerjakan. Sebanyak 80 persen dari pekerja di pabrik-pabrik
opak adalah perempuan.
Kini di Kecamatan Conggeang ada sekitar 25 pengusaha opak Conggeang.
Merek-merek opak di sana antara lain Opak Oded, Nia, Dana, Ma Anah, DPO,
Marisa, Mds, Cimey, Barokah, Sugema, Imas, Karunia, MJ, ONH, Sukses, dan
Citra Mandiri.
Setiap bulan pengusaha opak di Kecamatan Conggeang memproduksi sekitar 5.810
kg opak ketan. Untuk menghasilkan opak sebanyak itu diperlukan beras ketan
sekitar 7.300 kg per bulan. Kini harga satu liter beras ketan sekitar Rp
4.500 per kg. Sementara itu untuk 1 kg ketan dibutuhkan kelapa satu butir.
Harga satu butir kelapa sekitar Rp 1.000. Artinya dibutuhkan sekitar 7.300
butir kelapa setiap hari.
Akibat industri opak, dalam sebulan modal yang berputar di kecamatan
tersebut berkisar Rp 40 juta. Sementara omzet yang dihasilkan sekitar Rp
162,68 juta per bulan karena kini 1 kg opak dihargai Rp 28.000. Sebagian
besar ketan dibeli dari beberapa pedagang beras di sekitar Priangan Timur,
kelapa berasal dari Sumedang.
Dengan dibukanya Babakan Opak Conggeang, Euis yang juga bertindak sebagai
Ketua Kelompok Perajin Opak Conggeang, yakin kehidupan kecamatan penghasil
opak ketan ini makin semarak dan urbanisasi makin rendah sebab akan banyak
orang bekerja di industri ini.
Selain itu, Dudang juga yakin Babakan Opak Conggeang akan semakin mengangkat
kehidupan ekonomi masyarakat karena selain opak, kehidupan pertanian padi di
Desa Conggeang masih baik.
Setiap musim panen, para pekerja di pabrik opak yang sebagian besar keluarga
petani terpaksa minta izin untuk ikut panen padi.
"Memanen padi sudah jadi tradisi. Oleh karenanya saat masa panen padi, saya
harus mampu mengatur pekerja agar bisa libur bergantian," ujar Dudang, yang
mengatakan usaha opak di Conggeang semarak sejak tahun 2001 di Kecamatan
Conggeang.
Kecamatan Conggeang berada sekitar 25 kilometer (km) dari Kota Sumedang dan
sekitar 70 km dari Kota Bandung. Kecamatan ini bisa dijangkau menggunakan
kendaraan umum dari Terminal Cicaheum, Kota Bandung, menuju Terminal Ciakar
Sumedang, diteruskan naik angkutan umum menuju Desa Conggeang. Menuju Desa
Conggeang terdapat beberapa kebun salak dan persawahan.
Di Kecamatan Conggeang, terutama Desa Conggeang, menurut Euis jarang
ditemukan pengangguran. Bahkan kini, banyak ibu rumah tangga yang memiliki
penghasilan setelah bekerja di pabrik opak. Masyarakat Conggeang pun
berharap opak buatan mereka akan terus membuat hidup mereka menjadi riang.
Sabtu, 12 Juni 2010
Opak Conggeang Merambah Dunia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar